Morowali, bedahnusantaraindonesia.com- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tengah berhasil melepasliarkan puluhan satwa liar ke alam bebas. Fauna yang dilepasliarkan adalah kera hitam Sulawesi (Macaca tonkeana) dan elang bondol (Haliastur indus).Senin(29/4/2024)
Pelepasliaran satwa ini diadakan pada Senin (29/04/2024), di Taman Wisata Alam (TWA) Tokobae, di Kecamatan Petasia, Kabupaten Morowali. Dalam program itu, BKSDA Sulteng menggandeng PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), dimana perusahaan itu juga fokus pada program perlindungan keanekaragaman hayati di wilayah tersebut. Hadir dalam pelepasliaran itu, Kepala BKSDA Sulteng, Mulyadi, dan Camat Bahodopi, Tahir.
Total sebanyak 21 ekor macaca berhasil dilepasliarkan atau translokasi, terdiri atas 4 jantan dewasa, 4 jantan remaja, 7 betina dewasa, dan 6 anakan. Translokasi ini dilakukan beberapa tahap. Setelah beberapa bulan lalu berhasil melepasliarkan sebanyak 9 ekor, pada Senin lalu (29/04/2024), dilanjutkan dengan 12 ekor macaca.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Poso BKSDA Sulteng, Yusry M, dalam acara ini menyampaikan, proses pelepasliaran satwa dipersiapkan selama dua minggu melibatkan 25 orang tim BKSDA Sulteng. Translokasi macaca juga dilaksanakan berkonsultasi dengan Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Spesies dan Genetik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Semula kawanan kera hitam macaca atau yang dikenal juga monyet boti menghuni area hutan di Dusun Tabo, Desa Labota, Bahodopi, Morowali. Yusry menjelaskan, interaksi macaca dengan manusia yang tinggal berdekatan dengan lokasi tersebut dinilai dapat menimbulkan konflik, sehingga akan menyebabkan gangguan bagi permukiman, utamanya bagi ekosistem macaca.
BKSDA Sulteng kemudian melakukan langkah penanganan bekerja sama dengan Departemen Environmental PT IMIP, mencakup tiga hal, yaitu penangkapan satwa (handeling), penyelamatan (resque), dan pelepasliaran (release).
“Dalam masa persiapan operasi pelepasliaran, kami mengecek dan observasi empat calon lokasi. Lalu dipilih TWA Tokobae sebagai lokasi pelepasliaran,” kata Yusry.
TWA Tokobae merupakan sebuah pulau dengan hutan seluas 891,18 hektare. Lokasinya berjarak sekitar 170 kilometer dari Desa Labota dan menyeberangi Teluk Tomori. Dibuka sejak tahun 1989, TWA Tokobae jauh lebih ideal sebagai habitat bagi macaca.
*Satwa Endemik*
Kepala BKSDA Sulteng Mulyadi mengatakan, populasi hewan macaca di seluruh dunia berjumlah 3.000-an ekor. Sebanyak 23 spesies di antaranya terdapat di Indonesia. Sementara itu, kata dia, “Ada 7 jenis spesies di antaranya menyebar di Pulau Sulawesi bagian utara, selatan, dan tenggara.” Dalam area TWA Tokobae sendiri juga dihuni oleh kawanan Macaca tonkeana dan Macaca ochreata.
Sebelumnya, tim BKSDA menangkap puluhan macaca yang berkeliaran di sekitar permukiman warga sejak tahun 2023 menggunakan kandang jebak tradisional dan modifikasi. Khusus alat perangkap boti di hutan Tabo, tim BKSDA membuat kandang jebak dari besi berukuran panjang sekitar 8 meter dan tinggi 1,5 meter dengan empat ruang untuk ditempati beberapa ekor boti. Umpan makanan bagi boti juga ditebar di sekitar area perangkap, misalnya berupa buah pisang.
Dalam kesempatan yang sama, tim BKSDA juga melepasliarkan tiga ekor burung elang bondol (Haliastur indus). Mulyadi mengatakan keberhasilan pelepasliaran ini berkat peran serta PT IMIP dan komunitas pecinta lingkungan Morowali, dan warga sekitar Kolonodale dan TWA Tokobae.
Setelah dievakuasi di TWA Tokobae, tim BKSDA Sulteng akan terus memantau perkembangan keberlangsungan hidup kera hitam sulawesi ini. Selain itu, empat ekor kera lain yang masih menghuni Hutan Tabo akan dipindahkan pula di lain waktu. [Red)