Morowali Utara – Rencana masuknya perusahaan smelter di Desa Seliti, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, menuai gelombang penolakan dari kalangan pemuda dan mahasiswa. Penolakan tersebut muncul karena wilayah yang menjadi target pembangunan berada di kawasan Bungku Utara, termasuk Desa Tirongan Bawah (Kampung tua Tirongan Bawah), yang selama ini menjadi sumber utama mata pencaharian masyarakat setempat sebagai pencari kepiting bakau.
Nilai pembebasan lahan yang ditawarkan pihak perusahaan juga dinilai belum relevan dengan kebutuhan dan kondisi ekonomi masyarakat. Penawaran tersebut dianggap tidak sebanding dengan nilai strategis lahan serta peranannya dalam menopang kehidupan warga, termasuk masyarakat Wana yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil alam seperti sawit, nilam, dan kepiting bakau.
Ketua Umum Persatuan Pemuda Mahasiswa Pelajar Morowali Utara–Makassar (PPMP MORUT–MAKASSAR), Adrizar Giffari, menilai kehadiran perusahaan smelter tersebut lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat.
“Kami menilai perusahaan smelter ini tidak memberikan keuntungan, melainkan kebuntungan bagi masyarakat Bungku Utara. Mata pencaharian rakyat terancam, lingkungan akan rusak, sementara nilai pembebasan lahan yang ditawarkan sangat tidak layak. Kami menegaskan, jangan sampai rakyat dikorbankan demi kepentingan industri besar,” tegas Adrizar. Senin(13/10/2025)
Ia juga meminta pemerintah daerah untuk berpihak kepada masyarakat, bukan sekadar menjadi fasilitator bagi kepentingan perusahaan.
“Negara seharusnya hadir untuk melindungi rakyatnya, bukan menyerahkan tanah mereka kepada kepentingan investasi semata,” ujarnya.
Masyarakat bersama organisasi pemuda dan mahasiswa menyatakan komitmennya untuk terus menyuarakan penolakan terhadap rencana pembangunan smelter di kawasan Bungku Utara. Mereka menuntut adanya jaminan keberlanjutan ekonomi rakyat dan perlindungan lingkungan hidup sebelum proyek tersebut dilanjutkan.
(Yohanes)