Scroll untuk baca artikel
Example 728x250
Budaya

MAPALA TRUNGKEULAHI PILM Teliti Warisan Budaya Bungku

187
×

MAPALA TRUNGKEULAHI PILM Teliti Warisan Budaya Bungku

Sebarkan artikel ini

Morowali, Sulawesi Tengah – Mahasiswa Pecinta Alam TRUNGKEULAHI Politeknik Industri Logam Morowali (PILM) menggelar Seminar Hasil (Semhas) Observasi Kebudayaan Bungku, sebagai bagian dari riset lapangan yang bertujuan menelusuri nilai-nilai adat, sejarah, dan kearifan lokal masyarakat Bungku, Senin(03/11/2025).

Kegiatan ini menjadi wujud nyata kepedulian generasi muda terhadap pelestarian budaya daerah yang kian tergerus arus globalisasi.

Observasi dilakukan pada 5 Oktober 2025 di Kecamatan Bungku Tengah, melalui metode wawancara mendalam dan dokumentasi langsung bersama tokoh adat serta budayawan lokal. Salah satu narasumber utama adalah Siti Munira, keturunan Raja Bungku ke-13 sekaligus pendiri Sanggar Seni Sampela, yang hingga kini aktif menjaga keberlangsungan tradisi Bungku.

Dari hasil penelitian, tim menemukan bahwa Kerajaan Bungku telah berdiri sejak abad ke-15 Masehi, dengan total 13 raja yang pernah memerintah. Raja terakhir, Ahmad Abdurrabbie, dikenal sebagai pemimpin pada masa transisi menuju pemerintahan modern. Jejak sejarah seperti Masjid Benteng Bungku dan benteng pertahanan kerajaan masih menjadi saksi bisu kejayaan masa lampau.

Mahasiswa juga menyoroti keberadaan Tarian Luminda, tarian tradisional ikonik yang dibawakan oleh 12 penari dan menggambarkan kisah cinta, kebersamaan, serta harmoni sosial masyarakat Bungku. Alunan gong dan gendang tradisional menjadi pengiring utama dalam setiap pertunjukannya.

Dari aspek sejarah material, tim peneliti mendapati sejumlah artefak peninggalan Raja ke-13, di antaranya Cermin Kerajaan, Payung Raja, dan Meja Makan — masing-masing melambangkan nilai kejujuran, perlindungan, dan kebersamaan. Salah satu artefak paling berharga, Payung Raja Bungku, disebut pernah diselamatkan dari kebakaran saat masa pemberontakan dan kini menjadi simbol kebesaran adat Bungku.

Melalui penelitian ini, MAPALA TRUNGKEULAHI menegaskan pentingnya revitalisasi budaya lokal melalui pendidikan, festival, serta pelestarian benda pusaka.

“Pelestarian budaya Bungku bukan sekadar menjaga sejarah, tetapi juga memperkuat identitas bangsa di tengah derasnya modernisasi,” ujar perwakilan tim peneliti dalam laporan penutupnya.

Dengan semangat penelitian dan pengabdian, kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal bagi generasi muda Morowali untuk terus menjaga, mengenal, dan mencintai akar budayanya sendiri.

 

(Yohanes)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250 Example 728x250 Example 728x250