Morowali, Sulawesi Tengah— Perjuangan masyarakat Desa Torete, Kecamatan Bungku Pesisir, dalam mempertahankan tanah leluhur terus berlanjut. Berbagai organisasi dan kelompok pemuda membentuk gerakan kolektif untuk memperkuat barisan perlawanan, memastikan masyarakat tidak menjadi asing di tanah kelahirannya sendiri.
Desa Torete ditetapkan sebagai salah satu wilayah pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh Neo Energy Morowali Industrial Estate (NEMIE), dengan nilai proyek mencapai Rp150 triliun. Namun, masyarakat menilai proyek tersebut belum menghargai keberadaan dan hak ulayat mereka.
Salah satu persoalan mencuat dari aktivitas PT. TAS yang diduga melakukan pembebasan lahan tanpa dasar yang jelas. Diperkirakan sekitar Rp4.162.000.000 mengalir ke rekening Kepala Desa, memunculkan dugaan bahwa tanah leluhur—sering disebut Kampung Tua—telah dijual dan perusahaan mengambil alih kawasan mangrove. Selain itu, juga ditemukan adanya surat tanah yang diduga dimanipulasi hingga mencakup area mangrove.
Situasi ini menimbulkan keresahan masyarakat, yang menegaskan bahwa diam bukan pilihan. Hak ulayat harus tetap dipertahankan, dan perjuangan masyarakat memerlukan dukungan berbagai lembaga serta pemuda di garis massa.
GRD Bangkit Berlawanan
GRD Setia di Garis Massa















