Morowali, Sulawesi Tengah — Sejumlah warga Desa Salonsa, Kecamatan Witaponda, mendatangi Kantor DPRD Morowali untuk mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait keluhan mereka atas dampak aktivitas pertambangan di wilayah tersebut. Mereka menuntut agar pemerintah dan perusahaan bertanggung jawab atas kerusakan tambak yang diduga kuat disebabkan oleh kegiatan tambang di sekitar area pemukiman.
Nurwati, salah satu petani tambak asal Salonsa, mengungkapkan bahwa kerusakan tambak dan lingkungan sudah terjadi sejak tahun 2019. Ia menilai perusahaan tambang di sekitar wilayahnya tidak mengakui dampak yang ditimbulkan dan bahkan menutup-nutupi aktivitas pengolahan yang berpotensi merusak lingkungan.
Nurwati
“Kenapa sungainya sampai rusak seperti ini kalau bukan karena mereka mengolah? Mereka mau sembunyikan saja, mau bohong ke masyarakat,” ujarnya kepada sejumlah media, Rabu (5/11/2025).

“Masalah ini sudah berjalan enam tahun, dari 2019 sampai 2025. Kami sudah pernah RDP di sini juga, tapi tidak pernah ada tindak lanjut dari pemerintah daerah. Kami merasa seperti anak yatim piatu, tidak punya tempat mengadu,” ungkapnya dengan nada kecewa.

Para petani tambak mendesak agar pihak perusahaan segera memberikan dana kompensasi dan ganti rugi atas kerugian yang mereka alami. Menurut mereka, dana kompensasi yang pernah disalurkan perusahaan tidak pernah menyentuh para petani tambak yang terdampak langsung.
“Dana kompensasi itu diberikan untuk masyarakat umum, bukan untuk petani tambak yang benar-benar dirugikan,” tegas Nurwati.
Menanggapi hal tersebut, DPRD Morowali melalui Ketua DPRD Herdianto, merekomendasikan sejumlah langkah tegas kepada pemerintah dan perusahaan tambang, di antaranya PT Kunia Degess Raptama, PT Artha Bumi Mining/ Mineral (ABMM), PT Mitra Karya Agung Lestari (MKL/MSN), PT Alaska Dwipa Perdana (DPA), dan PT Mitra Sulawesi Bersama (MSB).
Dalam hasil RDP tersebut, DPRD meminta perusahaan segera membayar ganti rugi kepada para petani tambak sesuai hasil perhitungan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Morowali. Pemerintah daerah juga diminta melakukan pengawasan ketat terhadap proses penyelesaian kompensasi tersebut.
Selain itu, DPRD menugaskan Camat Witaponda dan Kepala Desa Salonsa untuk turut mengawal proses pembayaran agar berjalan transparan dan tepat sasaran.
Lebih lanjut, DPRD Morowali menegaskan bahwa apabila perusahaan tidak mengindahkan rekomendasi ini, pemerintah daerah diminta meninjau kembali Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) perusahaan tersebut.
“Jika tidak ada itikad baik dari pihak perusahaan, maka kami meminta pemerintah untuk menindaklanjuti dengan mencabut izin usaha pertambangan (IUP) karena telah merugikan masyarakat lingkar tambang,” tegas Herdianto dalam rapat tersebut.
Warga berharap rekomendasi ini benar-benar dijalankan dan menjadi titik balik penyelesaian konflik yang telah mereka hadapi selama enam tahun terakhir.
(Yohanes)















